Tuha/Tua jua sakalinya umur meriam neh sakalinya
BANJARMASIN – Walikota Banjarmasin, Ibnu Sina tak memungkiri hasrat untuk menyimpan meriam kuno yang diduga peninggalan Fort van Tatas (Benteng Tatas). Ia ingin melihat meriam itu dipajang di siring Sungai Martapura dan bisa ditonton warga banyak.
"Jelas ingin sekali, bagus kalau dipajang di siring. Mengingat kaitan meriam itu dengan sejarah Banjarmasin," kata Ibnu. Namun, ia masih harus bersabar. Mengingat meriam itu masih dalam penelitian Balai Arkeologi Kalsel.
Dikemanakan meriam itu nantinya, dimuseumkan atau diserahkan ke pemko, tergantung rekomendasi dari balai. "Kami kasih waktu 10 hari untuk balai. Dalam waktu itu mereka bebas meneliti lokasi galian penemuan meriam," imbuhnya.
Setelah dievakuasi dari lokasi proyek Jalan Sudirman sepekan lalu, meriam kuno itu diparkir di halaman kantor BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah), Balai Kota. Meriam sepanjang 2,9 meter itu hanya ditutupi terpal dan taplak meja.
Kemarin (18/8) siang, tim dari Balai Arkeologi Kalsel memulai penelitiannya. Meriam itu diukur ulang untuk dibuat sketsa. Salah seorang anggota tim, Nugroho, menyebut meriam yang satu ini berbeda. Sebab, tak ada identitas jelas berupa ukiran logo dan kode produksi. "Jadi belum ada kesimpulan yang bisa ditarik," ujarnya.
Logo yang dimaksud biasanya berupa lambang VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), kongsi dagang milik pemerintah Hindia Belanda. Sementara kode produksi berguna untuk mengetahui di mana meriam itu dibuat dan pada tahun berapa. "Dari bahannya ini besi solid yang dicampur tembaga. Bukan baja," tambahnya.
Namun, ia berani memastikan meriam itu dari abad ke-17 atau 18. Hal itu diketahui dari teknologinya yang masih konvesional. Sebab, pada abad ke-19 teknologi meriam seperti itu sudah ditinggalkan.
Dari jenisnya, meriam itu untuk pertahanan statis, bukan untuk pasukan kavaleri. Lazimnya meriam jenis tersebut digunakan untuk pertahanan sebuah benteng. Nugroho lantas menunjukkan ukiran pada dudukan meriam. Sayang, ukiran itu tak terbaca jelas. "Coba lihat, pada bagian ini ada angka 11," tunjuknya.
Tanpa logo dan kode produksi, satu-satunya cara yang tersisa untuk mengenali meriam itu adalah dengan metode perbandingan. Mencari kesamaan dengan catatan meriam-meriam yang sudah lebih dulu ditemukan Balai Arkeologi. Nugroho masih ingat, meriam serupa juga pernah ditemukan di Pasar Martapura pada tahun 2006 silam. "Hampir sama. Terutama pada segi ukuran," tukasnya.
Diwartakan sebelumnya, meriam kuno itu tak sengaja ditemukan pekerja proyek peninggian Jalan Sudirman di kedalaman tanah 1,2 meter. Meriam itu lalu dievakuasi Dinas Bina Marga dibantu Tim Gegana Polda. Pada zaman penjajahan, sebelum Masjid Sabilal Muhtadin dibangun, lokasi itu dulunya merupakan Fort van Tatas.
Sebagai perbandingan, bisa dilihat pada analisis kami tentang peninggalan meriam Benteng Tatas di link:https://www.facebook.com/sammyxnyder.istorya
ReplyDelete