SAMPIT- Satu bulan berlalu, Ardy alias Ady alias Amang Banjar, terduga pelaku pembunuhan di Jalan Iskandar 30 Gang Rahim, masih betah hidup dalam pelarian. Namun hal itu justru menimbulkan tekanan batin bagi keluarganya, termasuk putra sulungnya; Arif Mandala Putra.
Arif Mandala Putra tampak sangat mengkhawatirkan sang ayah. Dengan rendah hati dia memohon ayahnya menyerahkan diri kepada kepolisian, ketimbang hidup dalam pelarian dan menjadi target semua orang yang berusaha menangkapnya hidup atau mati.
Arif menyakini, pelarian di belantara bukanlah jalan keluar untuk menghindari tanggung jawab atas perbutannya. Apabila tidak bersalah, maka jelaskan semua kejadian ini kepada semua pihak, sehingga tidak ada yang beranggapan lain.
”Cukup sudah, Abah (ayah) menyerahlah. Biar tidak dikejar polisi terus. Meski nanti hidup dipenjara, bagaimana pun kami (Arif dan adiknya) tetap menganggap sebagai Abah,” pesan Arif saat ditemui di kediamannya di Jalan Iskandar 30, Gang Rahim I, Kamis (1/9).
Arif kini tinggal di rumah kayu bersama ibunnya; Sadriah (51), dan dua adik laki-lakinya; Mahmudi (12) dan Ahmad (4). Satu saudara perempuannya sudah menikah, dan tinggal di tempat terpisah.
”Sebenarnya Abah tidak seperti ini. Dulu ketika saya masih kecil, tinggal di Trans G3, Kecamatan Dadahup, Kabupaten Kapuas. Abah menjadi pembakal (kepala desa), hidup enak. Setiap hari kegiatannya normal saja, kesibukannya di tengah warga,” ungkapnya.
Namun semua itu hanya tinggal kenangan. Foto-foto masa hidup bahagia itu kini hanya bisa dipandang dari lembaran kertas yang mereka simpan hingga kini.
”Sampai suatu saat, Abah menikah lagi, istri yang kedua. Dari situ semua mulai berubah. Saat kami pindah ke Sampit sejak 13 tahun lalu. Abah bekerja melangsir BBM di SPBU, beberapa tahun kemudian sempat membeli sebuah mobil,” sambung Arif.
Pekerjaan Amang Banjar tidak berjalan mulus. Mobil yang dikemudiannya menabrak seorang guru saat dalam perjalanan mengantar BBM. Karena kecelakaan itu, mobil yang dibeli dari hasil kerja keras itu harus dijual untuk membiayai pengobatan guru tersebut.
”Dari situ Abah mulai mengobat (kecanduan) zenith. Mungkin terkena pengaruh temannya saat bekerja melangsir minyak. Saat itu saya masih sekolah kelas IX SMP,” tambahnya.
Semakin larut kecanduan obat keras daftar G, Amang Banjar yang semula seorang kepala keluarga yang dikagumi anak-anaknya, kini bersikap kasar. Setahun lalu, sejak bertemu dan berteman dengan salah satu terduga pembunuhan, Bambang Hariyanto alias Bambang (35), yang kini juga masih buron.
”Awalnya obat saja, ketika ketemu Amang Bambang baru bisa minum (minuman keras) dan jadi sering bersikap kasar. Sekitar lima bulan lalu, karena Abah dalam kondisi mabuk meminta dibelikan zenith. Sempat saya tegur sudah jangan lagi (membeli zenith). Malah marah-marah dan memukul mama. Saya tangkap tangan Abah, dan saya juga malah ingin dipukul,” bebernya.
Arif adalah anak yang menjadi tulang punggung keluarganya sejak lulus SMP delapan tahun lalu. Dengan bekerja sebagai buruh di sebuah gudang pupuk dirinya berusaha mencari uang untuk membiayai sekolah adik ketiga; Mahmudi, yang kini duduk di bangku kelas VI Sekolah Dasar (SD) di Kota Sampit. Dirinya tetap mengakui ayahnya meski sekarang menjadi buronan.
”Tetap, bagimana pun tanpa Abah saya tidak akan ada di dunia ini. Memang ada firasat, sebelum kejadian saya sempat memberi uang dan membelikan rokok saat ditemui di pelabuhan. Saat itu saya pernah mengajaknya untuk pulang kampung ke Dadahup, tetapi tidak mau. Lebih baik Abah berkebun di sana, di sini (Sampit) pergaulannya berbeda, mama juga sudah membujuk. Bagaimana lagi, kini kami berharap Abah mau berubah. Nanti masih bisa ketemu walaupun harus mengunjungi di penjara,” tutupnya sembari berharap suaranya sampai kepada sang ayah dalam pelarian
0 comments:
Post a Comment